Friday, February 23, 2007

Pelangi dan Relativitas

“Kamu enak, banyak lemburan, saya sich nggak pernah bisa lembur”

“Kamu enak, bisa pulang on time terus, sementara saya harus lembur”

“Kamu enak, bisa keliling dan nambah wawasan, saya seharian dikantor terus”

“Kamu enak, dikantor terus, saya tiap hari harus keliling”

“Kamu enak kerja dikantor dapat gaji tetap tiap bulan, orang dagang mah tidak tentu penghasilannya, bahkan kadang rugi”

“Kamu enak jadi pedagang, bisa menentukan sendiri waktu kerjanya, sementara saya harus mengikuti jam kerja kantor, bosan”

“Kamu enak jadi pegawai negeri, dapat pensiunan, kerja swasta sich tidak ada pensiunan”

“Kamu enak kerja swasta, gajinya besar, sementara pegawai negeri mah gajinya kecil”

Dialog diatas, adalah dialog keseharian kita dan orang-orang disekitar kita. Semuanya bilang “enak” kepada orang lain, sementara posisinya sekarang seolah-olah “tidak menguntungkan”.

Demikianlaah memang definisi “enak” itu, seperti halnya Pelangi yang tak pernah diatas kita, dimanapun kita berada, selalu saja pelangi berada diatas orang lain. Karena “Enak”, “Kebahagiaan”, “Tidak Enak” atau “Penderitaan” adalah sesuatu yang relatif, artinya tergantung dari sudut pandang dan posisi mana kita akan melihat dan merasakannya.

Hanya orang-orang yang mempunyai sikap Qana’ah dan Orang Yang Pandai bersyukurlah yang mampu menikmati apa yang ia miliki sekarang dan senantiasa bergantung pada sandaran vertikal yang kuat dengan memaknai kalimat “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un” dengan benar.

Kebahagiaan dan penderitaan tidak lebih dari perasaan hati dan pikiran kita, boleh jadi uang, kedudukan dan pangkat yang kita miliki menjadi sumber penderitaan bagi kita, manakala kita tidak mampu menyikapi bahwa semuanya datang dari Allah dan pasti akan kembali pada-Nya.

Ketika semua yang kita miliki diambil oleh Sang Pemilik sesungguhnya, kita menjadi hancur karenanya. Sementara kesederhanaan, kebersahajaan dan kedudukan yang biasa-biasa saja sekalipun, boleh sangat jadi menjadikan kita orang paling bahagia, ketika kita mampu mensyukurinya.

Sudahkah kita bersyukur hari ini?

No comments:

Post a Comment