Kita sering mendengar orang atau bahkan kita sendiri berdo’a dan memohon kepada Allah dengan mengatakan “Kabulkanlah do’a hamba-Mu ya Allah”. Lalu benarkah kita sudah menjadi “hamba Allah” atau hanya sebatas pengakuan lisan kita, sementara cara hidup dan perilaku kita terhadap Allah jauh sekali dari sifat dan sikap seorang hamba.
Kalau kita mau sedikit jeli, kita bisa banyak belajar dari orang-orang disekitar kita, pembantu kita misalnya. Seorang pembantu adalah seorang abdi bagi tuannya. Lihat bagaimana bibi/pembantu yang ada dirumah dalam kesehariannya yang dapat kita kategorikan sebagai berikut:
- Seorang pembantu/Abdi selalu menggunakan waktunya untuk tuannya. Dia rela mengorbankan waktu istirahatnya demi melayani kebutuhan tuannya, dia merelakan kebersamaan dengan keluarganya demi hadir dirumah kita, dia menghabiskan hari-harinya untuk kita.
Lalu sudahkah kita mengorbankan waktu istirahat kita (tidur) untuk bangun shalat tahajud?
Sudahkah kita mengorbankan sedikit waktu kita dengan keluarga untuk tafakur?
Sudahkan kita menghabiskan waktu kita untuk berdiam i’tikaf dirumah Allah (Masjid)?
- Seorang pembantu hanya akan membelanjakan uang pemberian tuannya sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh tuannya.
Lalu bagaimana kita membelanjakan harta yang telah Allah karuniakan kepada kita?
Sudahkan kita membelanjakan sebagian harta kita sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh pemberinya? Atau malah sebaliknya, kita menghambur-hamburkan harta yang dikaruniakan Allah untuk memuaskan nafsu dan keserakahan kita yang justru bertolak belakang dari apa yang diperintahkan?
- Seorang pembantu yang baik dan taat, tidak akan banyak menuntut kepada majikannya, dan kalaupun minta sesuatu, itu tidak lebih dari apa yang menjadi haknya setelah ia melaksanakan perintah sang majikan.
Lalu apakah kita sudah demikian? Atau malah kita hanya banyak menuntut tapi sedikit sekali melaksanakan perintahnya, kita hanya bisa mengeluh dan menghiba sementara kita kerap lupa akan kewajiban-kewajiaban kita
- Lalu apa lagi yang bisa kita ambil dari bibi/pembantu dirumah kita?
Kesederhaaan, kebersahajaan dan kepatuhan layaknya seorang abdi. Lalu bagaimana dengan kita? Kadang kita lupa bahwa kita ini hanyalah abdi, .sekali kita hanyalah seorang abdi Allah yang tidak akan diciptakan-Nya kita jika bukan untuk mengabdi kepada-Nya semata.
Kadang kita lupa dari apa kita dulu diciptakan, sehingga kita ponggah karenanya, kita kadang juga lupa akan asal diri kita, sehingga kita kerap mempertanyakan perintah Allah bukan untuk melaksanakannya, melainkan tidak lebih untuk mencari dalil untuk mengingkarinya.
Sungguh harusnya kita malu kepada bibi/pembantu kita yang telah rela menghabiskan sebagian waktunya untuk kita, bekerja untuk kita, selalu taat kepada kita dalam kesederhaan, kebersahajaan dan kepatuhan, lalu sudah pantaskah kita mengaku sebagai “hamba Allah” sementara masih berperilaku layaknya seorang raja yang hanya menghabiskan waktu dan hartanya untuk memuaskan nafsunya? Tidakkah kita malu untuk “menuntut” Allah untuk segera mengabulkan keinginan kita, sementara larangan-Nya tak pernah kita indahkan?
Bibi, engkaulah guru kearifan, engkaulah ladang kebijaksanaan, semoga aku bisa menjadi sepertimu dalam mengabdi kepada Tuhanku....amin
Friday, February 16, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment