Monday, February 5, 2007

Si Ayas dan Sang Raja (Masjid Agung At-Tin – Ramadhan 1426 H) Ust. Haydar

Syahdan ada seorang abdi yang miskin lagi papa yang bernama Ayas. Dibalik kemiskinan dan kekuranggannya, Ayas adalah seorang abdi yang sangat rajin dan patuh pada sang raja, apa yang dititahkan oleh raja selalu dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan. Hingga suatu hari, sang raja memutuskan untuk mengangkat si Ayas menjadi salah seorang pembesar di Istananya. Hal ini tentu saja membuat para petinggi kerajaan merasa iri dan tersaingi, karena Ayas hanyalah seorang abdi rendahan yang tiba-tiba sekarang mempunyai derajat dan kedudukan yang setara dengan mereka.

Akhirnya mereka berpransangka buruk terhadap si Ayas dan mengatakan bahwa Ayas telah melakukan tipu daya dan sihir sehingga raja menjadi sedemikian baik terhadapnya. Mereka mencari jalan dan cara untuk menjatuhkan Ayas dihadapan sang Raja. Akhirnya mereka menemukan suatu kebiasaan Ayas yang setiap hari mulai pukul 09 ~ 10 Pagi, Ayas masuk kamar dan mengurung diri didalamnya. Maka dihembuskanlah isu bahwa saat-saat itulah Ayas membaca jampi-jampi untuk menundukan hati sang Raja. Raja pun penasaran dengan kabar burung tersebut, maka pada saat yang telah ditentukan, sang Raja bersama pembesar-pembesar lainnya mencoba mencari tahu apa yang dilakukan Ayas didalam kamarnya. Dan mereka terkejut karena didalam kamar tersebut Ayas tidak melakukan apapun kecuali ia menanggalkan pakaian kebesaran yang diberikan oleh Raja kepadanya dan berdiri didepan cermin sambil berkata:

“Wahai Ayas, ingatlah siapa dirimu dulu, kamu hanyalah seorang abdi rendahan yang dimuliakan oleh sang Raja karena keikhlasan dan kesungguhanmu dalam menjalankan perintah-perintah raja, maka ingatlah wahai Ayas, hanya dengan melaksanakan segala perintah Raja dengan tulus ikhlas, maka engkau akan menjadi mulia”.

Sang Raja tersenyum penuh kemenangan, dia merasa bahwa tindakanya menjadikan Ayas sebagai seorang pembesar tidaklah salah, karena memang Ayas adalah seorang abdi yang tulus mengabdi kepadanya, sebaliknya, para pembesar merasa malu terhadap tindakan mereka yang selalu memikirkan pamrih dan pujian dari sang Raja.

Sang Raja kemudian ingin sekali lagi membuktikan kesetiaan dan keikhlasan Ayas dalam mengabdi kepadanya. Maka sang Raja memanggil para pembesarnya termasuk si Ayas. Kemudian sang Raja berkata,

“Wahai para abdiku, aku maklumkan bahwa pada hari ini, apa yang ada dihadapan kalian, baik itu harta dan perhiasan atau apapun yang kalian pegang, akan menjadi milik kalian, silahkan kalian pilih sendiri”...

Para pembesar yang tamak akan kekuasaan dan dunia, tanpa bertanya apapun, saling berebut memilih harta dan perhiasan yang mereka anggap paling berharga, namun sebaliknya dengan Ayas, ia hanya berdiam diri menyaksikan para pembesar lain berebut harta dan perhiasan. Hal ini tentu mengundang keheranan sang raja dan para pembesar lainnya. Para pembesar berguman bahwa memang Ayas hanyalah pembesar kampungan yang tidak tahu harta yang berharga dan lain sebagainya, pun dengan sang Raja, ia bertanya kepada Ayas:

”Ayas, bukankah aku telah memaklumkan bahwa
apa yang kalian pegang akan menjadi milik kalian, tetapi kenapa engkau tidak memilih apapun?”

Alih-alih segera memilih apa yang ditawarkan, Ayas malah balik bertanya kepada Raja;
“Apakah benar apa yang baginda katakan, bahwa apa yang saya pegang, akan menjadi milik saya?”

“Benar” Jawab sang raja.

“Jika demikian halnya, saya akan memegang dan memilih sang Raja saja” Jawab Ayas seraya mendekati Raja dan memegangnya.

Para pembesar lainnya masih belum mengerti dengan tindakan si Ayas, lalu dengan lantang Ayas berkata;

“Ketahuilah, apa yang kalian pilih, sama sekali tidak berharga dimata saya, karena dengan memiliki sang Raja, artinya saya telah memiliki segalanya, bukan hanya harta dan perhiasan seperti yang kalian pegang, tetapi juga istana beserta seluruh isinya, dan bahkan kerajaan ini telah saya miliki”

Sang Raja tersenyum karena ia makin menyadari kebesaran seorang Ayas, sementara para pembesar hanya tertunduk menyadari kebodohannya.

Belum puas dengan apa yang telah ditunjukan oleh Ayas, sang Raja kembali menguji para pembesarnya dengan sebuah perintah untuk menghancurkan mahkotanya dengan palu. Para pembesar merasa heran dan bertanya-tanya, apakah raja tidak salah dalam memberikan perintah. Lain hanya dengan Ayas, ketika mendapat perintah dari Sang Raja, maka ia segera mengambil palu dan menghacurkan mahkota sang Raja. Para pembesar merasa puas dan yakin karena mereka berpikir bahwa sang Raja akan menghukum si Ayas karena tindakannya itu. Kemudia sang Raja bertanya kepada Ayas,

“Ayas, apa alasanmu hingga kamu menghancurkan mahkota itu, sementara pembesar lainnya taku?”

Dengan santai Ayas menjawab;

“Baginda, Mahkota hanyalah sebuah benda, dan saya lebih menghargai perintah baginda daripada hanya sebuah mahkota, sebuah benda mati”

Sang Raja bertepuk tangan, ia begitu bangga dengan si Ayas, dan akhirnya Ayas dijadikannya pembesar yang paling mulia disisi sang Raja.

Ayas, Raja dan para pembesar yang serakah adalah serangkaian simbol dan tamsil bagi kita. Ayas, kalau kita balik menjadi Saya, Raja adalah Tuhan kita dan keserakahan terhadap dunia dilambangkan dengan para pembesar yang cinta dunia.
Kita, manusia, adalah mahluk yang hina dan rendah dan tiada daya, kemuliaan, harta dan kedudukan yang kita nikmati hanyalah titipan dari sang Maha Raja, yaitu Allah Swt, seyogyanyalah kita berlaku seperti Ayas yang senantiasa berkata ”Wahai Ayas, engkau hanyalah seorang abdi yang dimuliakan oleh Rajamu, maka mengabdilah kepadanya dengan tulus dan penuh keikhlasan”. Bukan mengabdi dengan pamrih, bukan mengabdi karena ingin sesuatu, tetapi pengabdian yang tulus sebagai seorang hamba yang hanya bergantung dan berharap kepada-Nya.

2. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (At thalaq:2)

3. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (At Thalaq:3)

4. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.(At Thalaq:4)

Lalu pilihan Ayas terhadap sang Raja, adalah pelajaran bagi kita bahwa cukuplah Allah bagi kita, persis seperti doa dan sandaran para ambiya seperti nabi Ibrahim yang mengatakan “Cukuplah Allah sebagai pelindungku, karena Dia sebaik-baik pelindung dan waliku”, ketika nabi Ibrahim dilemparkan kedalam nyala api oleh raja Namruj, pun nabi Musa dan nabi-nabi lainnya. Dan ketika kita telah “ memiliki” Allah, maka kita tidak akan pernah merasa kekurangan, karena kita bergantung kepada yang Maha Kaya, kita tidak akan pernah merasa takut, karena kita bersandar kepada yang Maha Kuat, kita tidak pernah akan merasa khawatir karena kita bersama dengan yang Maha Salam dan Maha Pemelihara.

Kemudian, kisah Ayas yang menghancurkan mahkota raja untuk memilih mengutamakan perintah sang Raja, adalah sebuah sentilan bagi kita yang selalu saja bertanya ini dan itu terhadap perintah Allah. Dengan berbagai dalih yang tidak berdasar, sering kita berkelit untuk menghindar dari kewajiban kita sebagai hamba hanya demi mementingkan urusannya dunia kita. Kita sering rela kehilangan shalat kita, hanya untuk mengejar urusan yang sifatnya duniawi, kita sering lalai membayar zakat kita, hanya karena takut harta kita berkurang, dan lainnya. Ayas adalah simbol bagi orang yang mengutamakan perintah, dengan keterbatasan kita, yakinilah bahwa tiada satupun perintah Allah yang diwajibkan kepada kita, melainkan untuk kepentingan kita sendiri. Allah tidak akan turun jabatan, jika seluruh umat manusia tidak beribadah kepadanya, kekuasaan Allah tidak akan berkurang sedikitpun jika umat manusia tidak mengakuinya sebagai Tuhan. Apa yang diperintahkan-Nya semata-mata untuk memenuhi fitrah manusia itu sendiri, karena Dia-lah yang menciptakan kita, maka Dia pasti lebih tahu akan kebutuhan kita.

No comments:

Post a Comment